LAGU JAMBI (SUMSEL)

Pakaian Adat Palembang

Pakaian Sumatera Barat

Pakaian Sumatera Barat
Foto Bersama

Jembatan Ampera

Kontributor

Senin, 23 Maret 2009

Perjalanan Dari Jakarta ke Manna ( Bengkulu )

Laporan Perjalanan

Melalui Lintas Tengah dan Utara Sumatra ke Kota Manna PP

Laporan Perjalanan ini saya buat untuk bahan bagi Mereka yang akan pulang ke Sumatra melalui jalan darat menyisir pantai pulau Sumatra bagian Utara, sebagaimana perjalan pulang ke Jawa melalui pantura. Perbedaan tentu ada, maka laporan ini saya tulis sebagai acuan untuk mereka yang pulang ke Sumatra melalui darat.

Lima hari setelah Hari Raya Idul Fitri yaitu, tepatnya pada tanggal 08 Oktober 2008 saya beserta keluarga akan berangkat dari duret sawit menuju ke kota Manna, yang masuk willayah Propinsi Bengkulu dalam rangka menghadiri akat nikah keponakan kami, yang calon istrinya berasal dari kota tsb.

Adapun perjalanan tsb kami akan lakukan, melalui darat dengan kendaraan ELF Izuzu Panther tahun 2008 dengan berbahan bakar solar, segala persiapun kami atur sedemikian rupa antara lain; peta perjalan dengan route yang akan ditempuh, kondisi kendaraan dengan segala perlengkapan, jadwal lama perjalanan berapa jam, dengan waktu istrahat berapa lama, dan rencana menginap malam di kota terakhir yang kami tempuh.

Setelah semua persiapan kami atur maka jam 5.30 kami berangkat dari Duren Sawit menuju Merak , lama tempuh parjalan +/- 1 jam pada pukul 6.30 kami tiba di Merak dan langsung menuju kapal Roro utk menyeberang , pukul 7.00 pagi kapal roro yang kami tumpang meninggalkan Pelabuhan Merak, setelah 2 jam perjalanan laut, kapal merapat di bakauheni dan langsung meneruskan perjalanan .

Route perjalanan yang kami ambil adalah Bakauheni ,Kalianda ,dan Bandar Lampung adapun kondisi jalan cukup baik dan mulus, hanya sedikit berlobang, jalannya menanjak dan menurun serta berliku liku, kota yang kami lalui cukup ramai, dan arus balikpun dari arah berlawanan menuju Bakauheni untuk pulang ke P Jawa masih cukup ramai dan terkendali, jam 11.30 kami mampir dirumah makan Padang Begadang IV rumah makan yang cukup terkenal didaerah perjalan lintas Sumatra, disini semua sarana cukup baik bersih dan semua sarana ada dari makan, toilet, mesjid serta penginapun ada, bagi yang ingin menginap untuk sekandar melepaskan lelah bagi mereka sedang melakukan perjalanan jauh dari pulau Jawa.bisa disini.

Selanjutnya setelah makan siang dan beristrahat, perjalanan kami lanjutkan melaui route Bandar Lampung menuju Kotabumi melalui kampung kampung seperti Gunungsugih dan Terbanggibesar , untuk kondisi Jalan kembali saya laporkan 90% jalannya mulus dan baik, dengan lebar jalan cukup untuk selesih dua buah mobil besar lintas Sumatra. Kepadatan untuk arus balik masih terasa sedangkan kami menuju kearah yang berlawan kondisinya tidak begitu ramai sehingga perjalanan cukup menjenangkan.

Mengenai kehidupan social masyarakat yang kami lihat secara sepintas, adalah berkebun serta bertani suasananya berjalan dengan tenang dan damai, berbeda dengan kehidupan kota besar kelihatan sibuk dan kesan tidak peduli. Tidak ada hal yang menarik di perjalanan disini kecuali kondisi Jalan yang baik dan mulus.serta dikiri kanan jalan terlihat rumah penduduk diseling kebun dan hutan yang tidak begitu lebat. Adapun yang paling menonjol disini adalah bentuk rumah panggung empat persegi panjang dengan ciri khasnya berjendela banyak dan mempunyai teras. Untuk fasilitas listrik disini sudah masuk dan hiburan satu2nya adalah dengan menonton TV untuk itu mereka memasang antene sejenis Parabola kalau dikota hanya terlihat dirumah orang2 kaya pondok Indah dll.

DiKotabumi kami tidak beristrirahat dan perjalan kami teruskan ke kota Bukitkemuning dengan jarak tempuh 45 km, untuk Fasilitas Jalan kembali saya acungi jempol karena kondisi jalan sampai dengan Bukikemuning sangat bagus dan mulus beraspal. Dalam perjalanan disini, sesuai dengan nama kotanya Bukit kemuning jalannya menanjak serta menurun dikarenakan melalui bukit barisan dengan dikiri kanan rumah penduduk serta hutan2 dengan jarak tertuntu kadang rapat Disini Supir masih belum mendapatkan tatangan yang berarti kerena setuasi jalan yang masih baik.

Sesampai diBukitkemuning kami berhenti sebentar untuk mengisi bahan bakar Solar full tank setelah yang pertama kali kami mengisi Solar di perjalan ke Merak pagi tadi. Perlu juga kami beritahukan selama perjalanan dari Bakauheni sampai ke Bukitkemuning jalan sangat sepi dan Pompa bahan Bakar Pertamina adanya dikota besar saja, maka sebaiknya kita mengisi bahan bakar ditempat Pompa bahan Bakar Pertamina dengan full tank dikarenakan sepanjang jalan melalui kota kecil jarang sekali ditemui pompa Bahar Bakar Pertamina.

Setelah diguyur hujan di Bukitkemuning yang cukup lebat kami melanjutkan perjalanan ke kota Liwa dengan jarak tempuh lebih kurang 91 km, sepanjang jalan menuju kota Liwa supir harus sedikit berhati hati dikerenakan jalan yang ditempuh menanjak dan berliku liku, sekali lagi kami melihat Ciri ciri khas rumah panggung penduduk berbentuk empat persegi panjang dengan jumlah jendela yang banyak dan berteras didepan. Kondisi jalan disini juga masih baik dan mulus ini mungkin ini yang menjadikan perhatian saya, dikerena saya mendengar bahwa selama ini kodisi jalan Lintas Sumatra kondisinya kurang baik cendrung rusak. Kecuali jalan Bakauheni menuju Palembang melalui lintas tengah, jalanannya baik dan mulus sewaktu saya ke Palembang beberapa waktu lalu.

Masih sepanjang jalan menuju Kota Liwa arus lalulintas tidak begitu ramai, kondisi rumah2 panggung tsb kelihatan ada yang masih ditunggu, dan ada juga yang kelihatannya tidak ter-urus, mungkin ditinggali oleh penghuninya untuk merantau ke Jawa, satu dua kelihatan ada mobil berplat B yang menandakan adanya perantau pulang kampung dengan membawa keberhasilan dikampungnya. Menjelang magrib kami memasuki kota Liwa , disini saya melihat adanya Pompa Bahan Bakar Pertamina jadi apabila ingin mengisi Bahan Bakar sudah tidak ada masalah lagi. Kemudian kami mencari rumah makan Padang yang ada dikota Liwa kerena setelah makan di bandarlampung siang tadi baru sekarang kami akan makan lagi, semuanya sudah pada capek, lelah, dan lapar setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan.

Setelah menemukan rumah makan ditengah kota Liwa maka kami makan dengan lahap yang kebetulan citra rasanya cukup enak bagi selera yang kebetulan saya berdarah minang. Menurut yang punya rumah makan tersebut dia sudah cukup lama tinggal di kota Liwa sejak tahun 1986 dan besok mereka juga akan pulang kampung menuju padang setelah lama tidak pulang.

Kondisi kota Liwa terletak dikaki gunung sehingga udara sangat sejuk sehingga kami memutuskan untuk menginap disini, menurut pemilik warung padang tersebut tidak beberapa jauh dari warung mereka, ada sebuah penginapan yang cukup baik dikota Liwa, kamipun segara menuju kesana dan menemui sebuah penginapan terdiri dari bebarapa kamar, yang nampaknya kondisi cukup baik untuk kami bisa menginap, kebetulan masih ada beberapa kamar kosong, dengan harga 1 malam Rp 100.000, fasilitas dua bed kami memutuskan menginap dengan mengambil 5 kamar untuk 11 org serta sarapan pagi karena besok pagi kami akan melanjutkan perjalanan lagi ke kota Manna.

Setelah semalam tidur dengan kedinginan pukul 5.00 pagi tanggal 09 Oktober 2008 jatuh pada hari kamis saya sudah bangun, udara masih berembun sampai2 air menetes dari atap penginapan layaknya sehabis habis hujan, kemudian saya sedikit berolah raga untuk memanaskan badan. Pada pukul 6.00 pagi kami diberi sarapan pagi dengan nasi goreng pake telor mata sapi dan teh manis panas atau kopi. Setelah semua sarapan kami bersiap-siap, untuk melanjutkan perjalanan ke Kota Manna yang medannya masih belum kami ketahui.

Tepat pukul 6.30 pagi kami segera meninggalkan hotel, jalan kota Liwa masih sepi karena penduduknya masih banyak yang belum bangun. Mobil kami meluncur keluar kota menuju kota Manna dengan kondisi jalan raya yang baik dan mulus, karena kota Liwa terletak dikaki gunung maka jalan yang kami tempuh sekarang adalah menurun. Cepat dan pasti kami mulai memasuk hutan yang lebat diluar kota Liwa, Ternyata disinilah perjalan kami mendapat suatu tatang yang cukup seru dan tegang dikerenakan kami semuanya belum pernah melalui jalani ini.

Saya sendiri terposana dengan kondisi hutan yang lebat serta rimbun ini, dan terlebihnya lagi supir kamipun harus extra hati2 dikerenakan jalan yang menurun serta berbelok belok layaknya serperti ular yang berjalan, maka saya sebut tikungan maut ular, apabila supir kurang hati2 dalam menjalankan kendaraannya, maka bisa saja kami masuk kedalam jurang yang sangat dalam sekali, untung jalanan masih sepi sekali, berselisih dengan mobil yang berlawan arahpun jarang, disisi sebelah kanan jalan ada tebing dengan pohon yang lebat serta tinggi, Setelah jalan menurun kami juga menemui tanjakan yang terjal sekali yang sangat menguji kemampuan dari supir kami dan harus extra hati2.

Perlu juga saya beritahukan kendaraan yang kami pakai adalah Elf Izuzu dengan bahan bakar solar, jadi apabila sopir yang belum berpengalaman dalam medan seperti ini sangat riskan , apabila terlambat dalam mengganti porsnelling disaat tanjakan, bisa saja mobilnya mundur dan masuk kedalam jurang yang dalam, kelemahan dari mobil berbahan bakar solar, adalah pada tanjakan tidak kuat naik melawati tanjakan yang tinggi, tidak seperti mobil berbahan bakar premium..

Sepanjang jalan yang kami lewati,saya juga memperhatikan pemukiman penduduk setempat, serta kondisi sosial dari mereka, secara kasat mata saya tidak melihat kebun/ladang atau apapun dikiri kanan jalan, karena yang ada adalah hutan yang sangat lebat , dalam jarak yang tertentu mereka ada yang tinggal berkelompok maupun sendiri sendiri di pinggir jalan yang kami lalui, sesungguhnya apa pengahasilan dari penduduk setempat berkebun atau berdagang?, aktivitas mereka adalah duduk2 saja diteras rumah bersama istri dan anaknya.

Pada saat jalan menurun didepan mobil kami saya melihat tiga buah motor beriring -iringan yang membawa sesuatu, ternyata setelah saya perhatikan, ternyata mereka pedagang membawa barang dagangan berupa sayur-sayuran untuk dijual kepada penduduk, yang berada disepanjang jalan yang kami lewati. Sarana tranportasi umum yang melalui jalan dihutan tsb tidak ada, tapi disetiap rumah mereka saya melihat rata2 mereka sudah mempunyai kendaraan bermotor, dan tidak lupa juga dengan antene Parabola disamping rumah mereka untuk menonton TV, satu-satunya hiburan adalah melihat TV ini berarti tingkat sosial mereka cukup baik, dilihat dari apa yang mereka punya walaupun mereka tinggal ditengah hutan rimba, tetapi suasananya aman tentram jauh dari kehidupan hiruk pikuk layaknya kota kota besar,

Pemerintah juga sudah mengadakan aliran listrik ditengah hutan dan pegunungan hingga kerumah masing-masing penduduk, artinya pemerintahan setempat sudah memperhatikan rakyat dalam hal sarana Listrik dari PLN. Sungguh diluar akal kalau saya sendiri tidak melihat kenyataan ini. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memperhatikan kehidupan rakyatnya, mudah2an ini bisa menjadi contoh pemimpin yang lain. Setelah melalui jalan yang menurun dan tanjakan yang terjal dengan hutan yang perawan serta jalan yang baik dan mulus, sampailah kami didataran datar persimpangan kota Krui dipinggir pantai dan sawah, karena saya melihat bibir pantainya serta sawah yang terhampar habis dipanen. Kami sempat nyasar kejalan menuju kearah Kabupaten Bengkuna yang seharusnya kami berbelok kekanan menuju Bintuhan atau Manna.

Jarak yang akan ditempuh dari kota Krui sampai kota Manna sepanjang lebih kurang dari 175 km , tetapi kondisi jalan masih baik dan mulus , ini benar2 suatu perjalanan yang cukup nyaman, juga bagi mereka ingin pulang ke Bengkulu atau yang akan melanjutkan ke Padang, disamping arus lalulitasnya sangat sepi karena tidak banyaknya kendaraan umum yang melewati jalan ini, juga tidak menimbulkan stress. Untuk kondisi medan dikarenakan masuk kedaerah pantai atau pesisir, biasanya udara sangat panas, tetapi disini kondisi sangat berbeda, sebagian jalanannya datar dengan tanjakan yang tinggi serta menurun dan berbelok belok yang harus extra hati2, disebelah kiri jalan ada pohon pohon kelapa dan jurang yang dalam masuk ke lautan lepas ,sedangkan disebelah kanan jalan ada tebing yang tinggi dengan kerimbunan pohon pohonan jadi tidak merasakan panasnya pantai . Kalau kita pulang ke Jawa melalui Pantura jalannya datar serta lurus dan panas pada siang hari dikarenakan kurangnya pepohonan .

Selama menempuh perjalanan sampai ke Manna rumah2 penduduk semua sudah dibuat dari tembok dan di setiap rumah berdiri antene Parabola dengan megahnya menandakan status sosial mereka cukup baik,dan disepanjang jalan ini juga sudah banyak dibangun mesjid yang permanen dan baik. Suatu bukti bahwa masuknya agama islam ke nusantara ini memang melalui pesisir, ini dibuktikan ditengah hutan yang lebat itu terdapat makam seorang Ulama Islam yang bergelar Syech sedang di Ziarahi oleh masyarakat sekitarnya, saat kami melintas ditengah hutan dan kami tidak sempat berhenti, kami hanya melihat dari papan namanya. Sejak kapan dan tahun berapa .. keberadaan dari Makam Ulama Islam tersebut tidak jelas karena kami tidak berhenti untuk mancari informasi.

Suatu hal lagi yang sangat menonjol adalah jarangnya kami temui peminta sumbangan untuk pembuatan mesjid pada hal jumlah mesjid sangat banyak dalam ukuran daerah, hal ini berbanding terbalik kalau kita melakukan perjalanan dipulau Jawa banyak sekali peminta sumbangan untuk pembuatan mesjid, setiap kita memasuki suatu didaerah pulau Jawa, sering juga kami melihat kendaraan berlawan arah dengan kami berplat No B (mobil Jakarta ) dari arah yang berlawanan. Selama menempuh perjalanan sampai ke kota Manna, perjalanan kami tidak mendapat hambatan walau pun tiga kali kami menemui pohon yang tumbang ditengah jalan, tapi sudah dipotong sehingga perjalanan bisa lancar. Nampak juga sejumlah bendara partai dan umbul meramaikan pinggir jalanan disetiap kampung yang kami lalui kerena tgl 15 Oktober 2008 kota Bengkulu akan mengadakan Pilkada dengan jumlah kandidat sebanyak 9 Pasangan.

Kira2 jam 12.00 siang kami memasuki perbatasan kota Manna dan berhenti setelah menemukan Pompa Bahan Bakar satu 2nya untuk mengisi bahan bakar karena, dari kota Liwa sampai disini tidak ada pompa bahan bakar, tetapi ini tidak bisa kami lakukan dikeranakan petugas Pompa bahan bakar lagi beristrahat siang, tanpa dilakukan dengan Sheep layaknya seperti Pompa bahan bakar lainnya. Achirnya kami melanjutkan perjalanan kekota Manna tepat jam 13.30 kami sampai di kota Manna dan mencari Losmen untuk menginap, yang kebetulan bernama Ommeco dengan biaya permalam Rp 70.000, semalan dengan fasilitas 2 Bed tanpa sarapan dan fasilitas lainnya. Ini adalah biaya termurah yang kami temui dan tempatnya pun ditengah kota Manna di Jl.Sudirman.

Tetapi untuk beristrahat setelah makan siang tidak dapat kami lakukan dikarena di kota Manna terjadi pemadaman listrik, yang menyebabkan udara sangat panas walaupun ada kipas angin tapi tidak dapat digunakan, menurut pelayan Losmen ini setiap hari terjadi, menjelang sore hari baru listrik dihidupkan dengan menggunakan JenSet, sehingga kamipun bisa beristrahat kerena besok pagi harus menghadiri akad nikah keponakan kami. Didaerah Manna dan didaerah sekitarnya ada beberapa penduduk sedang mengadakan hajat pernikahan keluarga mereka, termasuk salah satunya keluarga dari besan untuk itu kami datang untuk menghadirinya, nampak lagi di Manna dan sekitarnya lagi musim pernikahan.

Setelah Beristrirahat semalaman pagi harinya jatuh pada hari jum’at kami bersiap siap untuk menghadiri acara akad nikah keponakan kami, yang akan dilangsungkan secara adat daerah Manna yang acaranya kami serahkan kepada pihak pengatin perempuan. Pelaksanaa berjalan dengan lancar mengunakan bahasa daerah, pengantin lelaki diwakilkan kepada ketua adat yang biasa melakukan apabila terjadi perkawin atar daerah yang berbeda adat istiadatnya. Setelah acara akad nikahnya selesai, kami dijamu acara makan siang, secara lesehan dengan pola kebiasaan adat mereka, yaitu kami harus membuat lingkaran bersama dengan kedua belah pihak keluarga masing,2 sedangkan ditengahnya ada tiga orang lelaki untuk melayani kami, ini khusus dilakukan untuk kedua belah pihak lelaki saja, sedangkan dari pihak keluarga wanita diadakan setelah pihak lelaki selesai makan, caranya saya tidak begitu tahu.

Segera semua lauk pauknya dihidangkan yang jumlah sangat banyak, ditempakan dalam piring2 kecil setiap piringnya berisikan dua potong ikan atau daging, layaknya makan diwarung padang, sayur, ikan, sambel , serta nasi dan segala macamnya beserta salah satu sayur menyerupai sayur lodeh dari santen berwarna putih terbuat dari umbut pohon kelapa, ini hanya dibuat khusus pada acara pernikahan saja, jadi apabila dalam kesaharian sayur ini tidak pernah dihidangkan dan rasa sangat enak serta gurih. Setelah semuanya siap, kami disuruh menyantap hidangan tersebut bersama sama dengan tiga orang lelaki yang melayani kami yang ada ditengah lingkaran, Setelah selesai bersantap dan dilanjutkan dengan hidangan penutup berupa kue kue kecil dengan minuman dingin teh manis serta kopi buatan keluarga besan yang copinya asli hasil pertanian daerah tsb.

Kira2 jam 10.30 kami selesai mengikuti acara rituil rituil adat pernikahan, yang dilaksanakan sesuai dengan adat setempat, maka berakhirlah semau acaranya kamipun dipersilahkan untuk bisa beristrirahat, perlu juga saya tambahkan disini ada laporan yang ketinggalan dalam hal pelaksanan nikah itu, yakni setiap peserta yang akan mengikuti acara pernikahan di Wajibkan berpakaian baju lengan pajang dilengkapi jas serta tak lupa pakai kain sarung dan pakai peci hitam, apabila hal ini dilanggar maka tidak diperoleh mengikuti acara tsb dan dilarang masuk keruangan ditempat acaranya dilaksanakan. Adat pantang dilanggar kerena sudah merupakan budaya turun temurun, sudah dimulai sejak puluh tahun lalu yang kapan itu dimulainya tidak ada angka pasti, mereka hanya mengikuti saja, sedangkan mengenai perlambang dari pakaian tersebut mereka juga kurang tahu karena sudah lama sekali dan berbaur dengan perantau yang datang ke kota Manna, yang berasal dari beberapa daerah seperti suku jawa, suku padang, medan serta daerah sumatra bagian selatan pada umumnya semuanya taat mengikuti adat setempat.

Pada malam harinya jam 19.30 acara dilanjukan kami hadir juga, menurut rencana akan diadakan 3 hari berturut turut juga merupakan tradisi, adapun malam itu kami dihibur dengan musik asli yang berasal dari kota Bintuhan yang jaraknya dari kota Manna cukup jauh, pemainya cukup banyak rata2 semua lelaki dengan pakaian lengkap terdiri dari baju lengan panjang berjas berkain sarung sampai dengan mata kaki serta berkopiah hitam. Dalam menyanyi mereka berganti ganti seperti berbalas pantun sambil menari nari, yang kadang2 dilakukan berdua atau berempat. Kalau didaerah melayu kota Medan antara penyanyi dan penari itu terpisah, dan penarinya juga bukan lelaki tetapi perempuan. Ini juga merupakan ciri khas untuk daerah Manna. Setelah mendengarkan bererapa lagu sambil kami dihidangkan makanan kecil serta kopi dan teh pukul 21.30 malam kami pulang ke hotel untuk beristrahat karena keesokan harinya kami merencanakan akan kembali ke Jakarta .

Hari sabtu pagi tanggal 11 Oktober 2008 pukul 7.00 kami masih diharuskan menjadi penerima tamu dengan pakaian seperti bagaimana waktu melaksanakan akad nikah, yaitu baju lengan panjang pakai kopiah hitam dan tak lupa pakai kain sarung adalah hari terakhir kami di kota Manna.menghadiri acara pesta pernikahan keponakan kami juga dimeriahkan dengan organ tunggal dengan penyanyi perempuan melantukan irama dangdut sudah mewabah di kota tersebut. Pukul 9.30 pagi kami mohon pamit kepada tuan rumah dengan dipandu oleh pembawa acara secara resmi diumumkan kepada tamu yang hadir bahwa kami tidak dapat mengikuti pernikaha sampai selasai,dari besan kami dibawakan bekal untuk diperjalan seperti nasi, lauk pauk serta beberap kue untuk persiapan makan siang nantinya, dan kami langsung ke hotel sambil berbenah serta cek out dari hotel.

Jam 10.00 pagi kami meninggalkan hotel Ommeco di kota Manna untuk melakukan perjalanan pulang menuju Jakarta, setelah mengisi bahan bakar solar full tank diperbatasan kota Manna yang satu2nya pompa bahan bakar pertamina yang ada, agar kami nanti tidak kehabisan bahan bakar dalam perjalanan selanjutnya nanti. Rencana perlanan pulang nanti kami tidak melalui Liwa lagi, tapi melalui Krui,Bengkunat, Kotaagung Bandarlampung dan langsung Bakauheni. Dari Manna kami kembali menjusuri pantai menuju Bintuhan yang kondisi jalannya seperti yang sudah saya ceritakan didepan jalannya baik dan mulus jurang dan tebing masih menemani kami dalam perjalanan, arus balikpun masih sepi walaupun sesekali ada kendaraan dari arah yang berlawanan, kami masih juga melihat adanya hajat pernikahan didaerah yang kami lalui, udara siang cukup cerah dan panas layaknya kota ditepi pantai.

Sekitar pukul 2.00 siang kami berhenti dipinggir pantai yang dekat dengan pemukinan penduduk untuk makan siang, karena semau sudah merasa lapar, bekal yang dibawakan oleh Besan kamipun kami buka, dan kamipun menemati makan siang sambil menikmati angin pantai yang kebetulan anginnya cukup kecang dan ombakpun bergulung menghepas dipingir pantai. Ditengah asyiknya makan tiba2 hujan turun kamipun masuk kedalam mobil dan saya berteduh dirumah penduduk sambil miminta secangkir kopi asli dari kebon mereka. Saya bercakap cakap dengan penghuni rumah mengenai tingkat sosial mereka, bahwa semua penduduk disini adalah berkebun kopi dibukit dan bertani sedangkan menjadi nelayan agak jarang, karena saya melihat tidak ada perahu2 nelayan dipantai, kondisi pantaipun tidak menunjang, ombaknya sangat besar sejauh mata memandang yang tampak adalah laut lepas tanpa batas.

Setelah beristrahat dan makan hujanpun telah reda, kamipun melanjutkan perjalanan kami menuju kota Bintuhan dan kira pukul 16.00 sore kami memasuki kota Krui yang letaknya juga ditepi pantai, suatu keanehan yang saya lihat disini, adanya penarik beca layaknya beca di Jakarta betul2 suatu kejanggalan karena baru dikota ini saya mendapatkan beca, setelah melalui berberapa kota dipesisir pulau Sumatra tidak ditemui penarik beca, kota ini cukup ramai disepanjang jalan berderet toko menjual segala macam kebutuhan masyarakat setempat, toko swalayanpun ada seperti Alfamart, mejelang keluar kota Krui kamipun mencari sebuah mesdjid untuk melakukan sholat asar bersama. Setelah sholat kamipun melanjutkan perjalanan kami haripun makin gelap menjelang magrib, disinipun kami ditimpa hujan kondisi jalan disini masih baik tapi diselang selangi dengan jalan yang sedikit berlobang lobang dan agak sempit jadi harus sedikit berhati hati, kami menyusuri jalan pantai yang lurus sedikit bebelok belok dan sedikit hutan, yang banyak adalah kebon pohon kelapa milik penduduk disekitar pantai tersebut.

Beberapa hal lagi yang ingin saya laporkan adalah bahwa kehidupan masyarakat di sekitar pantai menuju daerah Bengkuna salah satu kota dipesisir sudah berbaur dengan perantau dari beberapa daerah, seperti pendatang dari Bali,dan Bugis, saya melihat ada bangunan pigura yang ada di Bali, untuk meletakan sesaji mereka sebagai rasa terimakasih meraka kepada sang pencipta Sang Hyang Widi serta Dewa2 meraka, Nampak juga rumah rumah panggung khas Bugis yang berbeda dengan rumah panggung masyarakat Sumatra, menurut apa yang saya lihat kodisi sosial mereka nampaknya masih kurang stabil, ini nampak dari rumah mereka yang kurang terawat dan masih banyak terbuat dari kayu dan sudah lapuk. Perbedaan ini sangat mencolok sewaktu kami melawati pesisir pantai menuju kota Manna yang rumah mereka sudah terbuat dari tembok . Untuk sarana listrik saya lihat juga belum semuanya tersentuh walaupun ada satu dua yang sudah memasang antene Parabola.

Haripun semakin malam perjalananpun masih jauh, jarak antar kampungpun mangkin jarang, jalanan sangat sepi gelap hanya lampu mobil jadi penerang karena kami sudah melintasi hutan ,kondisi jalan disini baik dan mulus kandang2 berbukit dan menurun sekali2 berselisih dengan kedaraan yang membawa barang dagangan ke daerah yang membutuhkan. Keberanian penduduk setempat sangat saya kagumi mereka berani melakukan perjalan sendiri dengan kendaraan motor, mengapa tidak seandainya terjadi kerusakan pada kendaraan mereka ataupun kehabisan bensin bagaimana mereka mengatasinya? bila diperhatikan saya tidak pernah melihat penjualan bahan bakar, maupun pompa bahan bakar petamina, selama dalam perjalanan melintasi daerah tersebut sejak meinggalkan kota Krui. Sesekali kami melihat rumah penduduk dipingir jalan tidak ada penerangan, saya tidak bisa memikirkan bagaimana mereka bisa hidup disepajang jalanan yang kami lalui dengan sarana serba tidak ada, seperti minyak tanah untuk penerangan rumah, maupun untuk beli kebutuhan untuk makan sehari hari, y dikota saja minyak tanah sendiri sudah langka bagaimana dengan mereka yang tinggal dipingir jalan lintas sumatra jauh dari dari pusat kota.

Menjelang memasuki kota Bondowoso ada di sumatra ini kami mendapati jalan yang sedikit rusak menurun sepanjang lebih kurang 3 km. sebagian ada yang bekas longsor sedang diperbaiki, kedaanpun sudah berbeda karena kami sedah melihat rumah penduduk dengan jarak antar rumah sedikit rapat. Disini keadaanpun tidak begitu ramai hanya sekali sekali kami melihat penduduk berdiri dipingir jalan, rumah merekapun sangat gelap karena tidak ada penerangan sama sekali, layak kami sedang melintas jalan yang dikiri kanannya hutan. Tetapi ini adalah kampung dengan rumah model panggung yang gelap gulita seperti tidak adanya penghuninya, setelah melewati kampung yang gelap karena tidak adanya penerangan listrik, kamipun sampai dikota Bondowoso dan melihat adanya penerangan sebuah pompa bahan bakar Pertamina yang pertama kami jumpai setelah menempuh perjalanan yang panjang dari Manna melalui Krui.

Kamipun berhenti untuk mengisi bahan bakar solar full tank sambil istrirahat serta ketoilet serta istrirahat sejenak, kondisi hujan rintik rintik,sayapun mendekati petugas pompa bahan bakarnya sedikit minta keterangan tentang pengadaan listrik untuk pompa bahan bakar ini,ternyata mereka tidak mandapat aliran listrik dari PLN tetapi mereka memakai listrik sendiri, karena sarana listrik disini sampai ke Kotaagung yang jaraknya lebih kuran 20 Km sering sekali mati, dapat dibayangkan bagaimana kehidupan masyarakat dengan kondinisi tidak mempunyai penerangan, melihat kondisi disetiap daerah masih adanya ketimpangan dalam pengadaan pemerataan penerangan listrik,sebagian sudah mendapat sebagian lagi belum. Setelah mengisi bahan bakar solar secara full tank dan beristrirahat, kamipun melanjuti perjalan kembali. Sekali lagi kami menjumpai kondisi yang gelap gulita dengan tidak ada penerang lampu disetiap rumah maupun disepanjang jalan menuju Kotaagung, ini memang boleh dikatakan kota mati atau kota hantu.

Menjelang pukul 21.00 malam kamipun memasuki kotaagung dengan kondisi sebagian gelap dan sebagian mempunyai penerangan yang mereka miliki masing, kamipun mencari rumah makan untuk mengisi perut kami yang sudah keroncongan dan kami menemui rumah makan padang yang ada ditengah Kotaagung. Setelah makan selanjutnya kami segera mencari penginapan untuk beristrirahat, satu2nya kendala selama melakukan perjalanan, baru di Kota Agung mendapatkan sedikit masalah dengan oknum DLLAJR yang meminta uang restibusi karena kami dianggap angkutan umum, pada hal kendaraan kami adalah berplat hitam dan sudah melalui kir sesuai dengan peraturan, hari juga sudah malam, dengan sedikit perdebatan kamipun dilepaskan untuk melanjutkan mencari rumah penginapan. Setelah mendapatkan rumah penginapan kamipun minta disediakan 4 kamar berfasilitas AC serta sarapan pagi dengan harga Rp 600. ribu untuk semalam, karena kelelahan kamipun segara tidur untuk melanjuti perjalanan pada keesokan harinya.

Kota Agung terletak dipinggir pantai ujung pulau Sumatra diantara diteluk yang diapit oleh dua semenajung sedangkan Bakauheni terletak pada akhir pulau Sumatra mendekati pulau Jawa. Hari adalah hari minggu tgl 12 Oktober 2008 setelah sarapan pagi jam 7.30 kamipun Cek out dari Hotel, kamipun mampir kepasar sebentar, untuk beli oleh2 pisang gepok dan pete yang tempatnya tidak jauh dari hotel. Setelah itu kamipun melajutkan perjalanan menuju Bandar Lampung jarak tempuhnya lebih kurang 115 Km. Udara pagi sangat cerah kondisi jalananpun baik dan mulus sepanjang jalanan menuju Bandar Lampung kendaran sudah ramai kesibukan masyarakat beraktivitas sudah bergeliat Selama dalam perjalan saya mengamati daerah daerah yang kami lalui, saya melihat daerah ini adalah daerah yang sumbur banyak sekali tanaman coklat tumbuh disepanjang jalan maupun di halaman rumah mereka, disamping itu lahan untuk pertanian padi juga luas musim panen baru berlalu sekarang menunggu masa tanam, yang nampak adalah lahannya belum mulai ditanam. Nampak juga bangunan berdiri ditengah sawah bertikat tingkat seperti rumah susun, tetapi itu bukan diperutukan bagi masyarakat melainkan digunakan untuk sarang burung Walet kalau dijual harganya bisa mencapai jutaan rupiah.

Memasuki kota Bandar Lampung kami sekali lagi dihentikan oleh petugas DLLAJR menanyakan kenapa kami tidak memasuki terminal, menerut yang bersangkutan setiap mobil yang berplat hitam yang telah diberitanda peneng bukti kir dari DLLAJR harus memasuki terminal, kamipun beragumen bahwa tanda2 atau peraturan tsb tidak terlihat, kami adalah rombongan yang melakukan perjalanan pulang dari hajatan perkawinan keluarga dari Manna dan kamipun dipersilahkan melanjutkan perjalanan. Dari Bandar Lampung menuju Bakauheni kondisi jalanan baik dan mulus arus kendaraan sudah mulai padat, karena truk2 besar yang membawa barang dagangan menuju pulau Jawa atau dari Bakauheni menunju kota2 didaerah Sumatra sudah memadati jalanan, sehingga perjalanan tidak begitu lancar hari sudah siang, dikiri kanan jalan hanya tampak bukit yang tidak begitu subur dan gersang. Jam sudah menunjukan 11.30 siang sebentar lagi akan sampai kepelabuhan Bakauheni untuk itu kami berhenti disalah satu restoran padang bernama Rumah makan Dua saudara IV yang terbesar di Lampung tempat makan setiap supir2 Truk maupun supir Bis yang menuju lintas Sumatra maupun yang menuju ke pulau Jawa.

Setelah makan siang kami langsung menuju Bakauheni untuk menyeberang ke Merak, dipelabuhan kami diperiksa oleh salah sorang petugas dari kepolisian menanyakan rombongan dari mana, setelah dijelaskan kamipun dipersilahkan memasuki kapal Roro, mungkin ini pemeriksaan rutin ataupun dikira rombongan TKI yang mau pulang ke Jawa. Menyeberang dari Bakauheni ke Merak memakan waktu lebih kurang 2 jam, kami baru lepas sandar dari Bakuheni jam 14.00 siang. Sampai dipelabuhan Merak jam sudah menunjukan jam 16.00 sore perjalanan kami lanjutkan, di pompa bahan bakar Pertamina berhenti untuk mengisi bahan bakar serta sholat asar. Antara Merak menuju Jakarta ( Duren Sawit ) masuk ke jalan Tol kondisinya sudah dapat diprediksi yaitu padat merayap, memasuki wilayah BSD terjadi kemacetan karena ada perbaikan jalan Tol yang sedang digali lebih kurang 1 Km. Begitu juga memasuki Jakarta wilayah slipi kembali ditemui kapadatan arus lalulitas. Maka kami baru bisa sampai di Duren Sawit tempat kami memulai perjalanan, setelah magrib dengan waktu tempuh kira-kira 2 jam kalau kondisi normal adalah 1 jam perjalanan. Maka berakhirlah perjalanan saya sekeluarga menempuh perjalan PP dari Jakarta menuju Manna Lintas tengah dan Utara dengan segala suka dan dukanya, bagi yang ingin melukan perjalanan ke sumatra tidak ada salahnya untuk dicoba karena kondisi jalan yang baik dan mulus dan arus lalu lintaspun tidak begitu ramai.

Jakarta 29 ott. 08

Emran Hassan

Email emran_bumiputera@yahoo.com

Tidak ada komentar: